Lewat tes air ludah, harapannya anak bisa dideteksi mengalami autis atau tidak, lebih dini
Tes melalui saliva (air ludah) akan bisa membantu dokter untuk mengindikasi beberapa tipe autisme, yang berpotensi dapat ditangani lebih awal. Terutama, bagi anak yang mengalami gangguan perilaku.
Penyebab autisme hingga saat ini memang masih belum jelas. Menurut data yang ada, satu dari 150 orang terdiagnosis autisme, sebuah kondisi yang membuat orang tersebut sulit berkomunikasi dan memahami emosi mereka. Pada sekitar 90 persen anak memiliki gejala autis yang berbeda-beda. Selama ini, anak autisme seringkali dideteksi dalam kondisi yang sudah terlambat.
Umumnya, para orang tua mengindikasi lewat perilaku anak yang berbeda dari anak sebayanya. Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun.
Sebelum ini, mendeteksi autisme dilihat dari gejala berikut, seperti terlambat bicara atau tidak dapat berbicara di atas usia tiga tahun, menolak atau menghindar untuk bertatap muka, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang, bila sudah senang satu mainan, tidak mau mainan lain dan cara bermainnya juga aneh, sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak, dapat terlihat hiperaktif sekali, dan dapat juga terlalu pendiam.
Lewat tes saliva ini, autisme dapat dideteksi pada anak di bawah usia dua tahun. Dalam penelitian ini, para ilmuwan mengidentifikasi 27 anak yang mengalami autisme. Hasil penelitian menyatakan, 18 dari 27 penderita autis memiliki protein yang abnormal.
Sangat mungkin, bahwa protein tersebut bisa menjadi tanda perkembangan otak yang tidak normal pada masa pertumbuhan sejak lahir, menurut kepala peneliti, Massimo Castagnola, dari Università Cattolica, Roma.
Meski masih terjadi perdebatan dan perlu penelitian lebih lanjut, bisa dibilang penelitian ini adalah terobosan terbaru. Masih banyak harapan untuk penelitian di bidang autisme. Ini salah satunya, kata salah seorang peneliti, Dr. Andrew Zimmerman, dokter saraf anak dari penelitian medis, Pusat Penelitian Autisme dan Gangguannya di Kennedy Krieger Institute, Baltimore, AS.
• VIVAnews Petti Lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar